Jombang, 29 Agustus 2025
Pengadilan Tinggi Agama (PTA) Surabaya menyelenggarakan Bimbingan Teknis (Bimtek) Tenaga Teknis Peradilan Agama Wilayah III pada Jumat (29/8/2025). Acara yang dipandu oleh Moderator perwakilan dari PTA Surabaya ini menghadirkan narasumber dari unsur peradilan tinggi hingga lembaga perlindungan saksi dan korban. Kegiatan ini diikuti oleh Ketua Pengadilan Agama (PA) Jombang, Dr. Muh. Arasy Latif, Lc., M.A., Wakil Ketua Anwar Harianto, S.Ag., serta tenaga teknis di lingkungan PA Jombang.

Materi pertama disampaikan oleh Drs. H. Darmansyah Hasibuan, S.H.,M.H Wakil Ketua Pengadilan Tinggi Agama Medan tersebut memaparkan topik Pedoman Mengadili Perkara Kaum Rentan Berhadapan dengan Hukum dalam Perkara Jinayat. Dalam paparannya, Drs. H. Darmansyah menekankan bahwa kelompok rentan, seperti anak-anak, perempuan, penyandang disabilitas, fakir miskin, maupun lansia, sering kali menghadapi diskriminasi dan marginalisasi dalam proses hukum. Karena itu, hakim dan aparatur peradilan dituntut memberikan perlakuan khusus, mulai dari kemudahan akses hukum, bantuan hukum, hingga prosedur persidangan yang adil dan tidak diskriminatif.

Beliau juga menyinggung sejumlah instrumen hukum yang mengatur perlindungan bagi kaum rentan, antara lain Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas, serta Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 3 Tahun 2017 tentang Pedoman Mengadili Perkara Perempuan Berhadapan dengan Hukum. “Instrumen hukum tersebut harus diimplementasikan secara nyata dalam setiap tahapan perkara agar tercipta peradilan yang inklusif” Ujar tambahan Wakil Ketua Pengadilan Tinggi Agama Medan. Kemudian materi kedua disampaikan oleh Abdanev Jopa Colly, S.H., Tenaga Ahli Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).
Bapak Abdanev menjelaskan kewenangan LPSK dalam memberikan perlindungan, pendampingan, serta pemenuhan hak saksi dan korban tindak pidana, termasuk mekanisme pemberian restitusi dan kompensasi. “Peradilan pidana tidak hanya berorientasi pada pelaku, tetapi juga harus memperhatikan kepentingan saksi dan korban. Kehadiran LPSK adalah untuk memastikan bahwa hak-hak korban, baik berupa perlindungan fisik, psikologis, maupun hak atas ganti rugi, dapat terpenuhi dengan baik,” tegasnya. Melalui kegiatan ini, diharapkan para aparatur peradilan agama semakin memahami pentingnya perlindungan hukum bagi kaum rentan serta implementasi mekanisme restitusi dan kompensasi bagi korban tindak pidana. (oca)