Islam suatu agama yang mengatur semua aspek kehidupan untuk mewujudkan kemashlahatan. Ajarannya selain yang bersifat ilahiyah juga bersifat insaniyah. Mengatur cara menjalin hubungan baik antara manusia dengan Tuhannya dan juga mengatur cara berinteraksi antar sesama. Ajaran yang bersifat vertical berupa ibadah dan ajaran yang bersifat horizontal bernama muamalah. Ibadah dan muamalah dua hal yang mesti menjadi perhatian dalam rangka meraih kehidupan yang bahagia dan sejahtera dari dunia sampai akhirat kelak.
Kreteria hukum antara ibadah dan muamalah berbeda dalam hal boleh tidaknya untuk dikerjakan. Dalam hukum ibadah orang tidak serta merta boleh melakukan kecuali ada perintah yang mendasarinya. Seperti shalat, puasa, zakat dan haji, umat Islam mengerjakanya karena telah jelas adanya perintah agar mengerjakan ibadah tersebut. Sebaliknya dalam hukum bermuamalah, semua boleh umat Islam mengerjakannya kecuali terdapat larangan ketidak bolehannya. Apabila terdapat larangan terhadap suatu bentuk interaksi, maka umat Islam tidak boleh mengerjakannya.
Mengenai hukum muamalah, para ahli mendefinisikannya sebagai hukum keperdataan Islam. Sekumpulan aturan Allah dan Rasul yang mengatur hubungan manusia dengan manusia serta memuat pula tatacara memperoleh dan mengembangkan harta benda. Ketentuan muamalah bersumber pada Al-Qur’an, Hadits, Ijma’ dan Qias serta dengan memperhatikan pula metodologi penetuan hukum dari para ulama. Melalui sumber ini terjamin kebenarannya dalam mewujudkan kesejahteraan dan keadilan di masyarakat.
Melihat defenisi di atas, hukum muamalah cakupannya sangat luas sekali. Mengatur hak dan kepentingan antar individu dalam masyarakat. Mencakup aturan hukum pada semua sektor usaha masyarakat. Di antara sektor tersebut termasuk bisnis pengelolaan dan pengembangan harta benda dalam bentuk transaksi keuangan. Individu atau organisasi melakukan kegiatan bisnis dalam menciptakan nilai produk barang dan jasa. Hasil bisnis untuk memperoleh keuntungan dan memenuhi kebutuhan masyarakat.
Semakin hari tuntutan kebutuhan manusia semakin meningkat. Dalam kondisi ini bermunculan bentuk dan jenis bisnis di masyarakat seiring perkembangan zaman. Pada dasarnya seperti tersebut di atas mengenai muamalah, semua bisnis boleh kecuali ada larangan yang tidak membolehkannya. Seorang muslim tentu harus mengetahui jenis bisnis yang terlarang agar bisa menghindarinya. Tidak ada gunanya berpenghasilan tetapi bersumber dari bisnis yang tidak halal. Akibatnya akan merugikan dan merusak keberkahan hidup sendiri.
Dalam fiqih muamalah atau yang spesifik buku-buku bernuansa ekonome syariah terdapat penjelasan mengenai bisnis terlarang. Ahli fiqih tidak menyebutkan secara langsung bentuk dan jenisnya. Mereka menyebutkan kaedah atau rumus umum saja dan apabila salah satu unsurnya ada maka bisnis itu tergolong terlarang. Pelaku bisnis terlarang tentu saja berdosa di sisi Allah. Secara pribadi mungkin saja untung, tetapi merugikan pihak lain. Lima hal yang membuat suatu bisnis menjadi terlarang yaitu ; Maisir, Gharar, Haram, Riba dan Bathil.
Maisir adalah jenis transaksi permainan dengan perjanjian pihak yang menang boleh mengambil sejumlah benda atau uang dari pihak yang kalah permainan. Bahasa sederhananya maisir adalah judi atau taruhan. Bisnis dalam bentuk ini spekulatif secara untung-untungan dalam mengundi nasib. Pemenang saja yang merasakan keuntungan sementara yang kalah menanggung kerugian. Para pemain menggantungkan harapan untung, masing-masing menyerahkan benda atau uang taruhan sesuai kesepakatan dan kemudian kumpulan benda menjadi milik pemenang.
Bisnis dan transaksi keuangan yang mengandung unsur maisir adalah terlarang. Larangan terhadap cara seperti ini ada dalam Al-Qur’an surah Al-Maidah ayat 90 begitu pula terdapat larangan dalam hadits Nabi. Untuk kehati-hatian umat Islam, dewasa ini berkembang bisnis bernuansa maisir. Tidak hanya secara offline berhadapan langsung, namun ada juga maisir secara online tidak berhadapan langsung dan tidak mengenal siapa lawan bermain. Sekedar contoh judi kartu, game online Higgs Domino, SMS berhadiah, taruhan dalam bentuk togel dan sebagainya.
Gharar juga termasuk unsur transaksi bisnis terlarang. Mengandung ketidakjelasan bagi para pihak, baik dari segi kuantitas, fisik, kualitas, waktu penyerahan, bahkan objek transaksinya pun bisa jadi masih bersifat spekulatif. Terdapat unsur penipuan, ada pihak mendapat keuntungan dan pihak lain mendapat kerugian dan merasa tertipu. Gharar kebanyakan terjadi pada jual beli. Penjual tidak menjelaskan spesifikasi barang yang sebenarnya bahkan sengaja menutupi aib barang. Larangan ini pada Ali Imran ayat 161 dan Nabi juga tidak mengakui sebagai umatnya bagi penipu.
Bisnis yang mengandung unsur haram jelas terlarang. Haram ditinjau dari segi materi bisnisnya. Objek bisnis berupa barang haram dan tidak boleh diperdagangkan. Menjual belikan barang haram sama dengan menyebar barang tersebut untuk beredar di masyarakat. Sama pula halnya memberi akses peluang kepada orang lain untuk mengonsumsi barang haram. Pelaku bisnis haram tentu berdosa karena seolah memberi kemudahan bagi orang lain berbuat dosa. Bisnis barang haram seperti memasarkan barang najis, daging babi, minuman keras, sabu, obat terlarang, dan segala jenisnya.
Kemudian terdapat pula bisnis yang tidak asing lagi larangannya yaitu yang mengandung unsur riba. Secara bahasa riba dari bahasa Arab yang berarti kelebihan atau tambahan. Dalam konteks hukum Islam riba mengerucut pada kelebihan dari pokok utang. Bahasa sederhananya, riba adalah tambahan yang disyaratkan dan diterima pemberi pinjaman sebagai imbalan dari pinjaman utang.
Sebutan lain dari riba adalah bunga uang, lintah darat atau rente. Islam melarang umatnya melakukan jual beli dan pinjaman utang piutang jika di dalamnya terdapat unsur riba. Pengharamannya secara tegas dalam Al-Quran surah Ali Imran ayat 130. “Wahai orang yang beriman. Janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertaqwalah kepada Allah agar kamu beruntung”.
Bisnis telarang lainnya adalah apabila terdapat unsur bathil. Secara bahasa bathil lawan dari kata hak. Bathil serarti kesalahan dan hak berarti kebenaran. Suatu bisnis yang dalam cara kerjanya tidak memperdulikan kebenaran. Segala transaksi yang menimbulkan kerugian pada salah satu pihak. Usaha seseorang dalam memperoleh kekayaan dengan cara menzalimi pihak lain. Mengambil hak milik orang lain melalui cara yang tidak benar. Menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan. Pencurian, perampokan, korupsi, kolusi, nepotesme dan sebagainya merupakan contoh bisnis kerja yang mengandung unsur bathil.
Islam mempersilahkan umatnya meraup harta kekayaan dengan cara bisnis maupun usaha kerja. Usaha apapun boleh, sepanjang mematuhi etika dan memperhatikan rambu-rambu larangan. An-Nisa ayat 29 menjadi pedoman umum dalam berbisnis mendapatkan kekayaan. “Hai orang-orang yang beriman. Jangan kamu saling memakan harta sesamamu dengan cara yang bathil, kecuali dengan cara bisnis perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka (legal) di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu, sesungguhnya Allah Maha Penyayang kepadamu”. Semoga kita bisa menjalankan bisnis dengan baik.
*Wakil Ketua Pengadilan Agama Kabupaten Kediri