img-logo img-logo
Detail Artikel
Anak dan Pohon Apel
Tanggal Rilis Artikel : 13 Juni 2022, Pukul 23:09 WIB, Dilihat 22 Kali
Penulis : Drs. H. AHMAD FANANI, M.H
Anak dan Pohon Apel

                                                                                                                 ANAK DAN POHON APEL

                                                                                                              (Drs. H. AHMAD FANANI, M.H*)

 

26582522923 anak lelaki dan apel

            Anak merupakan sesosok gambaran seseorang yang selalu berharap belaian kasih sayang. Dalam memenuhi keperluan hidup tidak bisa berlepas diri dari ketergantungan kepada orang lain, apalagi kepada orang tua sendiri. Mulai dari urusan makan minum, merawat diri, cara berpakaian, sampai pada pengembangan kecerdasan dan ketangkasan perlu bantuan orang dekatnya. Beragam tingkah laku anak dalam menuntut belaian kasih orang dekatnya. Ada yang cerewetnya minta ampun, suka menang sendiri, memaksa segera terwujud apa yang dia mau dan sebagainya.

            Adapun sebatang pohon apel sebagai gambaran pohon yang tegar menghadapi terpaan angin. Pohon dengan batang dan ranting-rantingnya yang kokoh. Selain itu, daun-daunnya menghijau rindang dan membuat orang senang berteduh di bawahnya. Sebatang pohon yang bisa berbuah lebat dengan menghasilkan buah segar dan lezat serta mengandung nutrisi vitamin. Setiap orang yang memakan buah ini merasakan kelezatan alami yang bisa menyegarkan tubuh. Buah apel tidak asing lagi bagi semua orang, kondisinya tahan lama dan penghasil buah ini bisa mengirim ke mana-mana.

            Konteks penyebutan anak dan pohon apel di sini sebagai illustrasi kasih sayang orang tua kepada anaknya. Illustrasi tersebut terdapat dalam cerita fiksi dengan judul “anak dan pohon apel”. Dalam cerita itu seorang anak sepanjang hidupnya tidak bisa meraih kemauannya tanpa bantuan orang tua. Pohon apel berperan sebagai orang tua. Dalam cerita itu betapa kasih sayang orang tua kepada anaknya tidak pernah putus sepanjang masa. Orang tua rela mengorbankan apa saja demi anaknya. Jangankan cuma sekedar materi, tenaga, persaan dan bahkan nyawa sekalipun dia relakan untuk anaknya.

            Ceritanya, di sebuah padang hiduplah sebatang pohon apel yang rindang dan banyak buahnya. Setiap hari, ada seorang anak kecil yang senang bermain di bawah pohon tersebut. Anak itu suka memanjat pohon tersebut, duduk di atas batang yang besar dan kuat, makan apel dan bahkan tidur di bawah rindangnya pohon. Dia sangat mencintai pohon itu, demikian pula sebaliknya. Si pohon tidak pernah merasa keberatan saat si anak kecil bermain di sekitarnya, malah seringkali mengajaknya bercanda dan bercerita ria.

Waktupun berlalu, si anak beranjak remaja. Suatu hari dia mengunjungi pohon apel dengan wajah yang sedih. "Apel, aku sedih," katanya. "Mengapa kau sedih wahai anakku?" "Aku tidak punya mainan, aku ingin membeli mainan tapi aku tidak punya uang," katanya lagi. Melihat si anak menangis, pohon apelpun iba. Dia menjatuhkan beberapa buah apel dari tubuhnya. "Aku tidak punya mainan untukmu. Tetapi, kamu bisa menjual apel-apel ini untuk membeli mainan," kata si pohon apel. Dengan wajah bahagia dan penuh semangat, anak itu memungut semua apel yang jatuh dan menjualnya ke pasar.

Dia berhasil membeli mainan kesukaannya. Sayangnya, setelah itu asyik bermain sehingga lupa kembali dan membuat pohon apel bersedih. Namun ketika beranjak dewasa dia memiliki keluarga dan anak-anak. Dia melewati padang lagi dan pohon apel menyapanya, "hai, kemarilah. Ayo bermain denganku lagi," katanya. "Maaf, aku tidak punya waktu bermain denganmu. Aku punya anak dan keluarga serta aku harus memberi makan dan membuatkan tempat tinggal. Tetapi aku tidak punya uang yang cukup untuk membeli rumah," keluhnya.

Pohon apel tersentuh hatinya melihat si anak yang tidak punya rumah. Diapun memberi solusi. "Nak, aku tidak bisa memberikanmu sebuah rumah, tetapi kamu bisa memotong ranting-ranting kokohku ini. Bangunlah rumah dengan ranting dan dahanku agar keluargamu tidak lagi kedinginan, kehujanan dan kepanasan." kata si pohon apel. Mendengar ide pohon apel, si anak merasa girang dan mengambil gergaji, kemudian memotong ranting-ranting dan dahan-dahan pohon apel dengan penuh semangat. Sayang, setelah punya rumah lupa lagi kembali dan pohon apelpun bersedih karena merindukan kedatangannya.

Beberapa tahun kemudian, si anak kembali menemui pohon dengan wajah yang letih dan lesu. "Hai, kemarilah aku sudah lama merindukanmu. Ayo bermain denganku," sambut pohon apel kegirangan melihat si anak kembali. "Tidak, aku tak punya waktu bermain denganmu. Aku sudah tua. Aku merasa jenuh. Aku ingin menghibur diriku dan berlayar di samudera luas. Bisakah kau memberikanku sebuah kapal yang besar?" tanya si anak. "Aku tidak bisa memberikanmu kapal yang besar. Tetapi kamu boleh memotong batang pohonku dan membuatnya menjadi kapal," kata pohon apel dengan tulus.

Si anak memotong batang pohon apel yang besar. Mengubahnya menjadi kapal dan pergi berlayar. Dia meninggalkan pohon apel yang kini tinggal akar yang lemah. Pohon apelpun bersedih dan setiap hari berdoa agar si anak selamat sehingga dapat kembali lagi. Dugaan si pohon apel benar. Suatu hari, si anak kembali mengunjunginya. Akan tetapi kali ini dia sudah sangat tua dan lemah serta terlihat sangat lelah. "Hai nak, ayo ke sini. Tetapi maaf sekarang aku sudah tidak punya apa-apa lagi yang bisa aku berikan padamu. Tidak ada buah apel, tidak ada ranting dan tidak ada pula batang pohonku," katanya.

"Tidak, aku tidak perlu apelmu. Gigikupun tidak kuat lagi untuk mengigitnya. Aku juga tidak memerlukan rantingmu, tubuhku sudah lemah untuk memanjatnya," kata si anak. "Lalu apa yang kamu perlukan sekarang sehingga mendatangiku? Buahku sudah kamu ambil, rantingku sudah kamu potong, bahkan batangku sudah kamu jadikan kapal. Kini aku tinggal akar yang lemah dan tua. Aku sudah tidak berdaya," kata pohon apel. Tetapi jika kamu masih memerlukan sesuatu aku siap membantu.

Si anak berlutut dan menangis di dekat akar tua itu. "Maafkan aku, aku telah membuatmu nyaris mati dan tidak berdaya. Aku telah mendurhakaimu, sudah merampas semua milikmu dan malah seringkali pergi meninggalkanmu. Kini, aku juga tidak punya siapa-siapa lagi kecuali kamu. Keluargaku telah membenciku, anak-anak yang dulu aku banggakan kini sibuk dengan urusannya masing-masing. Izinkan aku berada di sampingmu. Aku terlalu lelah, dan aku hanya butuh sebuah tempat untuk beristirahat di ujung usia." Kata si anak. "Kemarilah nak, aku akan memberikanmu tempat beristirahat yang tenang sepanjang sisa hidupmu..." kata pohon apel sambil tersenyum bahagia.

Cerita di atas memang fiksi dan tidak berdasarkan fakta. Secara fakta tidak ada kejadian seperti itu. Adanya cerita fiktif semacam itu hanya berdasar imajinasi penulisnya. Namun demikian isi cerita itu bisa berupa fakta. Ceritanya berisi sindiran terhadap prilaku anak yang suka memperlakukan orang tuanya di luar batas. Bisa saja pernah terjadi seorang anak dengan egonya memaksa orang tua agar memenuhi segala keinginannya. Fakta berbicara betapa banyak anak yang sudah sukses lalu melupakan orang tua. Membiarkan orang tua tersiksa dalam kerinduan. Padahal orang tua demi cintanya kepada anak rela berkorban segalanya.

Isi cerita ini mengingatkan tentang ketulusan orang tua dalam mencurahkan kasih sayang kepada anak. Orang tua selalu hadir mengerahkan segenap kemampuan untuk keberhasilan anak. Selalu siap mendukung keinginan anak dalam meraih kesuksesan. Terkadang orang tua bisa menyembunyikan kekurangannya supaya tidak mematahkan semangat anak. Atas desakan anak terkadang mulut orang tua lebih dahulu mengiyakan saja permintaan anak, padahal hatinya belum mengiyakan. Seolah-olah tidak ada kata “tidak” kalau kepada anaknya. Seringkali orang tua tidak mempertimbang keadaan dirinya sendiri asal bisa menuruti kemauan anak.

Banyak orang tua yang berjuang habis-habisan menghidupi anak. Bekerja membanting tulang, menguras tenaga dan berpikir siang malam demi kesuksesan anak. Rela menggadaikan sesuatu, meminjamkan uang dan menjual barang kesayangan untuk anaknya. Sementara anak tidak memperdulikan orang tua. Ketika susah mendatangi orang tua tetapi setelah sukses lalu melupakannya. Berkata kasar terhadap orang tua sudah biasa dan memaksa orang tua di luar kemampuannya sering juga. Barangkali benar kata pepatah “Kasih anak sepanjang galah. Kasih orang tua sepanjang masa”.

“Semoga Allah menjadikan kita sebagai orang tua yang bijak dalam mencintai dan mengasih sayangi anak. Allah berkenan menjadikan kita sebagai anak yang mampu berbakti dan membahagiakan orang tua. Ya Allah, ampuni kami dan ampuni pula orang tua kami. Curahkan kasih sayang-Mu kepada mereka karena mereka telah mencurahkan kasih sayangnya kepada kami”.

*Wakil Ketua Pengadilan Agama Kabupaten Kediri