Sebagai kebutuhan hidup manusia yang sangat mendasar, setiap saat manusia selalu berhubungan dengan tanah. Begitu pentingnya tanah bagi kehidupan manusia, kebutuhan manusia akan tanah tidak seimbang dengan jumlah ketersediaannya. Sehingga membuat selalu berusaha memperoleh tanah, mempertahankan hak atasnya dengan segala upaya dan kemampuannya. Upaya-upaya tersebut akhirnya sering menimbulkan benturan-benturan yang menyebabkan konflik atau sengketa antar masyarakat.
Pemerintah dalam hal ini Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional mempunyai kewajiban melindungi kepentingan pemegang hak atas tanah yang namanya telah terdaftar sebagai pemegang hak. Karena sistem pendaftaran tanah yang dianut di Indonesia adalah sistem negatuf bertendensi positif maka perlindungan diberikan sepanjang data fisik dan yuridis yang termuat dalam sertifikat sesuai dengan data yang ada pada kantor Pertanahan bersangkutan. Orang atau badan hukum yang memperoleh tanah tersebut memiliki iktikad baik secara nyata menguasainya, sehingga apabila ada pihak lain yang dapat membuktikan sebaliknya maka pembuktian dapat dibatalkan. Sebagaimana diatur pada Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional Nomor 21 Tahun 2020, bahwa;
“Pembatalan produk hukum dilakukan oleh pejabat yang berwenang karena cacat administrasi dan/atau cacat yuridis dan karena pelaksanaan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.”
Masalah konflik pertanahan tidak hanya menjadi tanggung jawab dari Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional saja. Namun diperlukan peran aktif dari kementerian/lembaga lainnya juga. Oleh karena itu, pada Kamis, 22 Juni 2023, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional mengadakan Forum Group Discussion di Aula Lantai II Kantor Pertanahan Kota Mojokerto. Kegiatan yang juga dihadiri perwakilan dari lembaga lain, seperti Pengadilan Negeri, Kejaksaan, Kepolisian, dan KPK. Kegiatan ini merupakan salah satu wujud dari komitmen zero sengketa, konflik pertanahan yang dicanangkan akan terwujud pada tahun 2025.
Ketua Pengadilan Agama Mojokerto, Drs. Amanudin, S.H., M.Hum., yang menjadi narasumber pada kegiatan ini mengatakan bahwa pengadilan agama memiliki peran yang sentral dalam menjaga terjadinya kepastian hukum pertanahan sesuai kewenangannya. “Salah satu caranya ialah dalam perkara penetapan perwalian, majelis hakim perlu memberikan diktum yang bersifat umum, di mana wali dapat melakukan perbuatan hukum di dalam dan di luar pengadilan atas anak perwaliannya. Termasuk di dalamnya dapat menjual tanah yang menjadi haknya sepanjang menyangkut kepentingan anak perwalian.” Beliau juga menambahkan bahwa terdapat perbedaan kewenangan absolut antara pengadilan negeri dan pengadilan agama terhadap perkara perwalian yang bergantung pada agama dari pihak.