Penguatan Etika dan Perilaku Layanan Terhadap Kaum Rentan di Pengadilan Agama
Tulungagung, Jumat, 20 Juni 2025 — Menindaklanjuti surat Direktur Jenderal Badan Peradilan Agama Nomor 852/DJA/DL1.10/IV/2025 tanggal 15 April 2025 perihal Pelaksanaan Kegiatan Bimbingan Teknis Kaum Rentan Berhadapan dengan Hukum bagi Tenaga Teknis di Lingkungan Peradilan Agama Secara Daring Tahun 2025, Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama menyelenggarakan kegiatan bimbingan teknis dengan tema "Etika dan Perilaku Layanan Terhadap Kaum Rentan." Kegiatan ini dilaksanakan secara daring melalui Media Center dan menghadirkan narasumber utama, Yang Mulia Ketua Kamar Pengawasan Mahkamah Agung RI, Bapak H. Dwiarso Budi Santiarto, S.H., M.Hum. dan dihadiri oleh Tenaga Teknis PA Tulungagung yang mengikuti secara daring di ruang Media Center.
Dalam materi yang disampaikan, beliau menegaskan pentingnya penerapan etika dan perilaku layanan yang profesional dan beradab di lingkungan Pengadilan Agama, terutama dalam memberikan pelayanan kepada kelompok rentan yang berhadapan dengan hukum. Hal ini merupakan perwujudan dari berbagai regulasi nasional yang menjamin hak kelompok rentan, seperti Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, serta peraturan internal Mahkamah Agung dan Badan Peradilan Agama.
Etika layanan merujuk pada nilai-nilai moral dan profesional yang harus dijunjung tinggi oleh aparatur peradilan, sementara perilaku layanan mencerminkan sikap dan tindakan nyata dalam memberikan layanan publik yang adil, inklusif, ramah, dan manusiawi. Kelompok rentan mencakup individu atau komunitas yang mengalami hambatan fisik, sosial, ekonomi, atau struktural, seperti perempuan, anak-anak, penyandang disabilitas, masyarakat adat, kelompok minoritas, hingga pencari suaka. Mereka membutuhkan perlakuan khusus untuk menjamin akses yang setara terhadap keadilan.
Pasal 5 ayat (3) UU No. 39 Tahun 1999 secara tegas menyebutkan bahwa kelompok masyarakat yang rentan berhak memperoleh perlakuan dan perlindungan lebih sesuai kekhususannya. Sayangnya, dalam praktiknya, pelanggaran terhadap hak-hak kaum rentan masih sering terjadi, seperti diskriminasi, kekerasan, penelantaran, serta terbatasnya akses pada pendidikan, kesehatan, dan informasi hukum.
Untuk itu, prinsip-prinsip layanan yang harus diterapkan mencakup keadilan, kesetaraan, penghormatan terhadap hak asasi manusia, keterbukaan, inklusivitas, dan aksesibilitas. Implementasinya diwujudkan melalui penyediaan layanan ramah disabilitas, prosedur pengadilan yang sensitif, pelatihan khusus bagi aparatur, serta pemanfaatan teknologi dan komunikasi efektif dalam pelayanan hukum. Selain itu, dukungan kebijakan, peningkatan sarana fisik dan non-fisik, serta penguatan kapasitas SDM menjadi elemen penting dalam mendukung sistem layanan yang berpihak pada kaum rentan.
Dengan terselenggaranya kegiatan ini, diharapkan seluruh tenaga teknis di lingkungan peradilan agama semakin memahami dan menginternalisasi pentingnya etika serta perilaku layanan yang berpihak pada kelompok rentan. Kegiatan ini menjadi momentum untuk memperkuat komitmen bersama dalam membangun peradilan yang inklusif, responsif, dan berkeadilan, serta memastikan bahwa seluruh lapisan masyarakat—dari yang paling rentan—mendapatkan akses layanan hukum yang setara dan bermartabat.