Surabaya, 25 Juli 2025 — Pengadilan Tinggi Agama (PTA) Surabaya menggelar kegiatan Bimbingan Teknis (Bimtek) bertema “Kaum Rentan Berhadapan dengan Hukum” bagi tenaga teknis di lingkungan peradilan agama. Kegiatan ini berfokus pada pendekatan psikologis dan komunikatif dalam menangani kelompok rentan seperti penyandang disabilitas, perempuan, anak, serta masyarakat dengan keterbatasan akses terhadap keadilan. Bertempat di Aula PTA Surabaya, kegiatan dilaksanakan dalam dua zona terpisah melalui Zoom, yakni Zona 11 dan Zona 12, dengan menghadirkan dua narasumber utama dari Universitas Airlangga.

Pada Zona 11, narasumber yang hadir adalah Dr. Nono Hery Yoenanto, S.Psi., M.Pd., seorang psikolog dari Universitas Airlangga, dan kegiatan dipandu oleh moderator Hj. Diah Anggraeni, S.H., M.H., yang juga menjabat sebagai Panitera Muda Banding PTA Surabaya. Kegiatan diawali dengan doa yang dipimpin oleh Drs. Zainal Aripin, S.H., M.Hum., Hakim Tinggi PTA Surabaya, dilanjutkan pemaparan materi oleh narasumber, sesi tanya jawab interaktif, dan diakhiri dengan penutupan. Di Zona 12, narasumber adalah Pramesti Pradna Paramita, S.Psi., M.Ed.Psych., Ph.D., juga seorang psikolog Universitas Airlangga, dan dipandu oleh moderator Lena Nuriska, S.M., Penata Layanan Operasional PTA Surabaya.

Dalam materi yang disampaikan, dibahas berbagai bentuk pelanggaran terhadap hak kaum rentan berdasarkan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, seperti pengucilan, kesulitan hukum, akses layanan pendidikan, dan kekerasan. Diskusi juga mencakup sejumlah pertanyaan dari peserta. Misalnya, dari PA Pacitan, mengenai penggunaan bahasa etnis dalam komunikasi terhadap kaum rentan. Narasumber menekankan pentingnya komunikasi empatik dan inklusif serta penggunaan bahasa yang tidak mendiskriminasi. Pertanyaan lain membahas netralitas pendamping kaum rentan, perbedaan layanan terhadap penyandang disabilitas dari SLB dan non-SLB, serta penetapan status disabilitas mental yang harus dibuktikan melalui surat keterangan dari tenaga medis.

Selain itu, PA Pamekasan menanyakan tentang klasifikasi disleksia, yang dijelaskan sebagai bagian dari gangguan disabilitas intelektual berdasarkan hasil pemeriksaan psikolog. Sementara PA Surabaya membahas pentingnya pendamping yang netral agar proses persidangan berjalan adil. Dari PA Kota Kediri muncul isu tentang kerentanan hak istri dalam kasus perceraian yang dipicu oleh masalah ekonomi. Untuk itu, solusi yang ditawarkan adalah membangun kerja sama lintas lembaga seperti DPR atau DPRD.

Kegiatan Bimtek ini merupakan langkah strategis PTA Surabaya dalam mendorong pemahaman yang lebih dalam terhadap perlakuan hukum yang adil dan beradab bagi kelompok rentan, serta membekali tenaga teknis peradilan agama dengan pendekatan yang lebih manusiawi dan profesional dalam menjalankan tugasnya.
Belum ada komentar, jadilah yang pertama Komentar !