Optimalisasi Pencegahan Perkawinan Anak dengan Dirbinadmin Badilag
Optimalisasi Pencegahan Perkawinan Anak dengan Dirbinadmin Badilag
Tanggal Rilis Berita : 16 Oktober 2023, Pukul 16:10 WIB, Telah dilihat 1434 Kali
Satuan Kerja : Pengadilan Agama Kabupaten Malang

Senin, 16 Oktober 2023, Pengadilan Agama Kabupaten Malang mengikuti kegiatan Workshop Sinergi Advokasi Lintas Lembaga untuk Optimalisasi Pencegahan Perkawinan Anak. Kegiatan tersebut diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama MA RI bekerjasama dengan Koalisi Perempuan Indonesia secara virtual dimulai pukul 13.30 WIB. Hadir pada kegiatan tersebut Wakil Ketua PA Kab. Malang – Dr. Hj. Nurul Maulidah, S.Ag., M.H. beserta 22 peserta lain yang terdaftar pada undangan. Narasumber pada kegiatan tersebut adalah Dr. Dra. Nur Djannah Syaf, S.H., M.H. selaku Direktur Pembinaan Administrasi Peradilan Agama, Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama.

Whats-App-Image-2023-10-16-at-14-44-24

Kegiatan tersebut dilaksanakan dalam rangka menindaklanjuti diskusi bersama tentang workshop penguatan perspektif gender, pemenuhan hak anak, dan penguatan perspektif mengutamakan kepentingan terbaik bagi anak dalam persidangan permohonan dispensasi kawin bagi hakim pengadilan agama, pada saat audensi di kantor direktur Badan Peradilan Agama pada tanggal 04 Oktober 2023. Upaya pencegahan perkawinan anak, telah dilakukan oleh banyak pihak, termasuk komitmen dan kepedulian negara dalam melindungi anak dari potensi terjadinya perkawinan anak. Negara Indonesia sudah memberikan jaminan perlindungan kepentingan anak. Salah satunya tertuang pada amanat Konstitusi Negara Republik Indonesia yang termaktub pada UUD 1945, pasal 28B ayat 2 menyatakan “Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup,tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi”. Dan ditegaskan kembali pada Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan anak, menyebutkan “Hak Anak adalah bagian dari hak asasi manusia yang wajib dijamin, dilindungi, dan dipenuhi oleh Orang Tua, Keluarga, Masyarakat, Negara, Pemerintah dan Pemerintah Daerah.”

Pada tahun 2019, Indonesia juga sudah mengesahkan Undang-Undang Nomor 16 tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 mengenai Perkawinan yang pada pasal 7 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 menyebutkan “Perkawinan hanya diizinkan apabila pria dan wanita sudah mencapai umur 19 (Sembilan belas) tahun”. Ini mengubah dari batas usia laki-laki sudah mencapai usia 18 tahun dan perempuan 16 tahun menjadi laki-laki dan perempuan sudah mencapai 19 tahun. Undang-undang ini selanjutnya diperkuat dengan Peraturan Mahkamah Agung Republik (PERMA) Indonesia Nomor 5 Tahun 2019 tentang Pedoman Mengadili Permohonan Dispensasi Kawin. Dalam pedoman ini ditujukan bahwa proses dispensasi harus mengutamakan kepentingan terbaik bagi anak. Hal ini menegaskan kembali bentuk kepedulian negara dalam melindungi anak dari potensi terjadinya praktik perkawinan anak.

Whats-App-Image-2023-10-16-at-14-43-36

Direktur Pembinaan Administrasi Peradilan Agama menyampaikan materi dengan tema “Prinsip Kepentingan Terbaik Bagi Anak dan Kemendesakan dalam Persidangan Dispensasi Kawin". Tujuan dari kegiatan ini adalah memperdalam perspektif Hakim Pengadilan Agama mengenai prinsip kepentingan terbaik bagi anak dan unsur kemendesakan dalam persidangan dispensasi kawin, meningkatkan pemahaman terkait pemenuhan persyaratan dalam pemberian dispensasi kawin terutama dalam lampiran surat keterangan dari dinas kesehatan/ P2TP2A, sebagai upaya membangun ruang berbagi contoh praktik baik dari berbagai daerah tentang pemberian putusan sidang dispensasi kawin dan membangun sinergi advokasi lintas lembaga baik di pemerintah pusat maupun daerah untuk optimalisasi pencegahan perkawinan anak. Hasil yang diharapkan dari kegiatan ini adalah peserta mendapatkan pemahaman tentang prinsip kepentingan terbaik bagi anak dan unsur kemendesakan dalam persidangan dispensasi kawin, peserta mendapatkan dalam pemahaman dalam lampiran surat keterangan dari dinas kesehatan/ P2TP2A pada persidangan dispensasi kawin, adanya pengetahuan dan contoh praktik baik dari berbagai daerah pada pemberian putusan sidang dispensasi kawin, adanya sinergi advokasi lintas lembaga baik di pemerintah pusat maupun daerah untuk optimalisasi pencegahan perkawinan anak.